Pandangan Anak SD Terhadap Arti Hidup

HIDUP itu apa, sih?
Itu yang selalu gue tanyakan kepada diri sendiri. Dan sampai sekarang, belum menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. Karena makna hidup itu luas. Luas banget, men.



Gue selalu berusaha untuk menemukan jawaban, sama seperti hari itu, usaha gue adalah memberikan murid-murid gue yang kelas 6 SD pertanyaan simple namun sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, “Menurut kalian, hidup itu apa, sih?” kata gue sambil memberikan kertas kecil. “Tulis jawabannya di sini.” lanjut gue.



FYI, gue adalah seorang guru les privat. Gue mengajar Matematika kelas 6 yang mau fokus UN dan mengajar calistung juga.



Mereka celingak-celinguk masih belum mengerti dengan tugas yang gue berikan. Gue memperjelas, “Maksudnya, apa pandangan kalian tentang hidup, itu yang ditanyain. Teteh lagi galau, makanya observasi. Pasti pandangan anak TK, SD, SMP, SMA terhadap hidup itu beda, kan? Nah, sekarang lagi observasi sama kalian. Gak usah yang ribet-ribet, kok. Dari lingkungan sekitar juga bisa.”
Mereka mengangguk mengerti. Sekitar 5 menit berlalu, satu persatu dari mereka mulai mengumpulkan kertas jawaban itu.



Sepulang mengajar les, gue menyempatkan diri untuk mampir ke rumah sepupu. Di sana, gue buka tas, lalu mengeluarkan kertas jawaban tadi yang gue selipkan di buku Raditya Dika: Radikus Makankakus.



“Itu apa?” tanya sepupu gue.


Gue mendongak, “Oh, ini. Ini tuh jawaban anak-anak tentang arti hidup.”


Sepupu gue baca tulisan mereka dengan keras dan langsung cekikikan. Bahkan sampai mengernyitkan dahi.


Begini jawaban mereka; yang sama sekali gak gue rubah kata-katanya:



Ima:
“Hidup adalah anugerah dari Allah. Di setiap manusia hidup pasti mempunyai kesalahan dan hidup manusia ada yang tidak benar pasti mempunyai kesalahan.”



Iya, sama, gue juga gak ngerti. Mungkin maksud Ima adalah hidup itu anugerah dari Allah dan setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Hmmm.




Laila:
“Hidup adalah gaya hidup yang setiap hari kita lakukan. Kita kadang sedih, kadang senang, tergantung pada gaya hidup atau kehidupan.”





Dita:
“Hidup adalah anugerah. Setiap hidup harus disyukuri tidak boleh dipandang sebelah mata.”





Jawaban mereka gak ada yang salah. Karena pada hakikatnya, pandangan manusia terhadap hidup memang selalu berbeda. Terlebih lagi, yang gue tanyain adalah anak SD.
Kalau misalkan gue kasih pertanyaan yang sama ke Rizki, murid calistung gue yang kelas 1 SD, dia pasti akan diem sambil bengong. Gak ngerti. Mentok-mentok jawab gak tahu.
Tapi, jawaban 'Gak tahu' dari Rizki juga merupakan sebuah jawaban. Ngerti gak?
Maksudnya, gue tanya arti hidup ke Rizki dan dia jawab gak tahu, itu juga merupakan sebuah jawaban. Iya, jawaban yang berasal dari anak kelas 1 SD yang notabenenya masih kecil. Mereka memang gak tahu bagaimana cara mendefinisikan hidup. Karena yang mereka lakukan masih hanya menikmati hidup. Mereka belum ngerti. Belum. Belum waktunya.



Itu sebabnya sepupu gue ketawa sambil heran liat jawaban Ima, Laila, dan Dita. Yap! Karena pandangan dan kapasitas dia berbeda dengan mereka.
Kita gak bisa membandingkan pandangan dan kapasitas sepupu gue yang umurnya sudah 20 tahun dengan anak kelas 6 SD yang palingan umurnya 11 atau 12 tahun. Gak bisa. Jelas berbeda.
Ahli Ilmu Sosial pun mungkin akan cekikikan ketika membaca jawaban sepupu gue tentang arti hidup. Karena jawaban dan kapasitas mereka jelas berbeda, kan?




Setelah gue pikir-pikir lagi, gak peduli apa pun arti hidup, yang terpenting adalah bagaimana cara kita memaknainya.
Bersyukur. Bersyukur adalah salah satu cara untuk memaknai kehidupan.
Dan satu hal yang gue pelajari tentang kehidupan dari buku-bukunya Bang Dika adalah; serumit atau sekompleks apa pun masalah kita dalam hidup, dunia akan tetap berputar dan manusia di planet bumi ini akan tetap bergerak maju. Mereka akan memandang kita biasa, tanpa tahu apa yang sedang kita alami. Ya, the world will keep on moving.
Jadi, gak ada gunanya kita meratapi masalah atau kesedihan terlalu lama, karena jelas, kita akan jauh tertinggal oleh mereka yang lebih memaknai hidupnya.





***





Di sana gue kala itu, di tempat tidur dengan waktu yang menunjukkan pukul 8 malam. Gue baca ulang kertas jawaban mereka. Great! Gue langsung tersenyum penuh arti, seperti baru saja mendapatkan pencerahan. Seperti sudah sekian lama terkurung dalam kegelapan, tapi tiba-tiba saja ada cahaya kecil mampu memberikan penerangan. Cahaya kecil, namun berpengaruh besar bagi gue.
Iya, mereka benar. Gue tersenyum haru sekarang.
Kalau jawaban mereka bertiga digabungkan, akan jadi seperti ini:





“Hidup adalah anugerah dari Allah yang patut disyukuri. Kita harus selalu berusaha melakukan yang terbaik, belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan. Dan tentunya, tidak boleh memandang sebelah mata usaha orang lain. Dalam hidup, terkadang kita merasa sedih, senang, dan perasaan-perasaan yang lainnya. Semua itu begitu berpengaruh. Tapi untuk menjaga hidup kita agar tetap seimbang, itu tergantung kepada; bagaimana cara kita memaknai arti sebuah kehidupan.”





Gile.
Asoy.
Asek.
Njirrr.
Kampret.




Gue terharu. Kesimpulan dari jawaban mereka memang benar-benar cihuy.
Ternyata benar, belajar sesuatu itu gak perlu hanya kepada orang yang bergelar saja.
Karena dalam kasus ini, gue belajar dari murid-murid gue. Tentang arti hidup, yang sesungguhnya.








Ima, Laila, Dita..,
Terima kasih

Comments

  1. Nice. Thanks pencerahannya. Saya juga selalu suka dan kagum sama pemikiran bocah, karena mereka apa adanya, ga jaim.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Quotes Terbaik di Film You Are the Apple of My Eye

FF SEULMI + HANBIN | SECRET ADMIRER 1 (1 OF 2)

PUISI RADITYA DIKA: Kepada Orang yang Baru Patah Hati