FF SUZY + WOOYOUNG | SECRET ADMIRER 2 (2 OF 2) END

Main Cast : Jang Wooyoung, Bae Suzy

Support Cast : Kim Soo Hyun, Ok Taecyeon

Genre : Angst(?)

Rating : General

Length : Two shots







Story Begin..





Apa kau pernah berusaha percaya kepada seseorang yang tak seharusnya?
Menurutku, kepercayaan sangatlah penting, seakan pengikat dari rasa-rasa yang lain. Setidaknya begitu perumpamaannya.
Lalu, apa pantas aku memercayaimu? Aku hanya.. sedikit ragu.
Hal ini terlalu mudah untuk ditebak, seperti kereta yang selalu patuh mengikuti relnya.
Tapi dalam kasus ini, akulah yang tidak memercayai diriku sendiri.
Sampai kapan aku harus mengagumimu diam-diam?
Aku mengeluh menjadi diriku yang hanya mampu membisikkan kata-kata peduliku kepada angin yang nantinya akan menelusup perlahan melewati celah jendela kamarmu.
Kau pikir ini mudah?
Hei.., tak bisakah kau sepeka harapanku?




Malam di kediaman keluarga Jang, seseorang sedang merenung di kamarnya; kamar yang didominasi dengan warna putih gading dan abu-abu. Ia berbaring di atas tempat tidurnya yang berukuran sedang - sambil membaca tulisan Suzy di salah satu akun media sosialnya yang Suzy privasikan; hanya orang-orang tertentu yang tahu. Hatinya sedikit terketuk. Seperti Suzy mampu mengirim kesakitan di setiap tulisannya yang sederhana itu.
Wooyoung mematikan ponselnya - sedikit menjauhkan benda persegi panjang itu dari tubuhnya. Ia mencoba untuk tidur. Malam pukul 9, waktu yang tepat untuk seorang pelajar terlelap mengingat besok ada ulangan Biologi. Ia sudah belajar dari jauh-jauh hari, jadi ia tak memusingkan hal itu malam ini.


Tapi nyatanya, ia tak bisa tidur meskipun sudah berusaha setengah mati. Kepalanya dipenuhi dengan suara lirihan kecil entah milik siapa. Ia tutup wajahnya menggunakan bantal, berguling-guling tak jelas, karena satu nama terus saja membebaninya. Bae Suzy.



“Seseorang yang pernah dia buatkan bento untuk bekal makan siang. Seseorang yang memiliki hobi yang sama dengannya. Seseorang yang suka sekali menonton film dan membaca novel bergenre misteri.”



Tidak. Tiba-tiba saja suara Taecyeon terngiang-ngiang di kepalanya. Ingin ia menepis dan pura-pura tak mendengarkan, tapi bahkan itu bukan suara sungguhan. Hatinya yang ikut melebur bersama memori siang tadi. Jiwanya yang merasakan ada degupan halus tak teratur. Hingga menepisnya pun rasanya seperti harapan yang lebih tipis dari angan-angan.


Wooyoung mendudukkan tubuhnya. Ia teringat dengan tulisan Suzy yang menghebohkan sekolah.
Tadi sore, sepanjang jalan Wooyoung melintasi koridor kelas untuk ke lapangan basket, yang ia dengar hanyalah obrolan siswa-siswi dengan nada-nada kagum bahkan heran mengenai tulisan Suzy yang terbaru. Ia penasaran bagaimana isi keseluruhan cerita tersebut.
Hingga ia mengambil ponselnya, memutuskan untuk membuka blog milik Suzy.




inbaesuzysplace.com




Wooyoung mencarinya. Seharusnya tulisan itu ada di deretan teratas karena baru saja diterbitkan. Nihil. Tulisan itu sudah tidak ada lagi. Short story itu telah dihapus. Entah apa alasannya.


Wooyoung mendengus, “Apa maumu Bae Suzy?”





** Monday, January 4, 2016 **





Mentari pagi telah membiaskan cahayanya ke segala arah. Cicitan burung menyambut dengan gembira. Mereka bersahutan merdu, layaknya alunan melodi yang bersatu untuk saling mengindahkan.
Semilir angin menari sempurna di antara cicitan burung itu, menerbangkan dedaunan yang nyaris kering berwarna cokelat tua sampai pada titik-titik tertentu.



Sosok itu membuka gorden kelasnya. Alam terlihat jelas di benda transparan itu. Ia berdiri menghadap penuh pada jendela. Sedikit tersenyum tapi kemudian menggigit bibir bawahnya.



“Selamat pagi Suzy-ya..” sapa teman sekelas Suzy.



Suzy menoleh, tersenyum hangat, “Ah, selamat pagi Bora-ya..” ucapnya ramah.



Ia kembali menghadap jendela. Memerhatikan pemandangan di bawah sana. Entah mengapa hari ini seperti akan ada hal buruk terjadi. Ia menggeleng pelan. Mengangkat kedua tangannya lalu menangkupkannya untuk berdoa kepada Tuhan. Semoga hari ini dan seterusnya baik-baik saja.



Tiba-tiba saja, seseorang memegang tangan kanannya. Suzy langsung menoleh. Matanya terbelalak melihat Wooyoung yang menggenggam erat tangannya sambil memasang wajah terdatar miliknya.
“Ikut aku.” Seru Wooyoung sambil menarik lengan Suzy.


Meski Suzy sudah meronta meminta dilepaskan; karenya nyatanya ia bisa berjalan sendiri tanpa harus diseret layaknya seekor domba, Wooyoung tetap saja mempertahankan tautan lengan keduanya. Ia terus membawa Suzy entah ke mana.


Mereka terus berjalan dengan cepat. Suzy yang sulit mengimbangi langkah Wooyoung yang besar terlihat seperti sedang berlari-lari kecil. Ia terus saja menggerutu tidak jelas; melafalkan sumpah serapah untuk mengutuk Wooyoung. Jika Tuhan sedang berpihak kepadanya, ia berharap Tuhan mengutuk Wooyoung menjadi kotoran anjing.
Hn, Suzy memang keterlaluan.


Mereka tentu saja melewati koridor kelas-kelas lain. Dan tentu saja pula hal itu membuat semua mata yang mereka lewati tertuju pada tautan tangan keduanya. Membuat siswi-siswi yang sedang bergerombol langsung saling berbisik. Hei.. tentu saja! Blogger terkenal dan kapten tim basket sekolah mereka sedang berpegangan tangan dengan wajah yang tak bisa diprediksi.
Ini gosip yang tak boleh terlewatkan.



Sampai ketika mereka melewati kelas 3-1, seseorang memandang mereka dengan lekat. Tatapannya seperti sedang mengintimidasi.
Temannya yang berada di sebelahnya bertanya, “Itu Suzy dan sepupumu Wooyoung, kan?”



Ia tersenyum kecut, “Ya. Itu mereka.” jawabnya.




***




Kini Suzy dan Wooyoung sudah berada di atap sekolah. Suzy mengelus tangan kanannya yang sedikit nyeri karena tarikkan Wooyoung tadi.
Mata Suzy seperti seorang idiot kebingungan yang siap mempertanyakan banyak hal. Tentu saja. Wooyoung tidak biasanya seperti ini. Dan ia benci Wooyoung yang seperti ini.



Suzy memekik, “Ada apa denganmu?! Kenapa membawaku ke sini?!”


“Kenapa kau memosting tulisan seperti itu, Zero?!” tanya Wooyoung tak menggubris pertanyaan Suzy.


Suzy terheran, ia melipat tangannya di dada. “Seperti itu apa maksudmu?!”


Wooyoung menunjuk wajah Suzy, “Kau- kau memostingnya. Tapi kemudian menghapusnya. Apa maksudmu?!”


“Itu benar. Lalu mengapa kau marah-marah padaku?!”


Wooyoung berdecak, “Tentu saja aku marah. Dengarkan sahabatmu ini, Zero. Penggemarmu banyak sekali di sekolah ini. Kau menulis hal seperti itu, tentu akan banyak yang kecewa.” ucap Wooyoung mulai lunak. Ia lelah untuk mengatakan hal-hal yang percuma.


Suzy menggeleng keras, “Tidak. Mereka bahkan memujiku. Mereka ada berkata ingin lebih tahu tentang kisahku.”


Wooyoung kembali berdecak sebelum berkata; “Mungkin ada sebagian dari mereka yang patah hati. Kau harus memikirkannya,”


Suzy menggeleng. Bukan karena ia tak setuju dengan perkataan Wooyoung. Ia hanya keheranan. “Jadi kau bersikap aneh kemarin karena hal ini, Wooyoung-ah? Asal kau tahu saja, aku sudah menghapusnya semalam.”


“Hampir semua orang di Cheongdam High School sudah membacanya. Tidak ada guna kau menghapusnya.”


“Memang di mana letak kesalahannya? Bukankah menulis adalah suatu kebebasan? Semua orang bebas menulis apa pun! Tidak ada batasan-batasan dalam menulis!” kata Suzy dengan emosinya yang sudah mengumpul minta dikeluarkan. Ia kesal jika ada yang membatasinya untuk menulis. Menulis sudah menjadi bagian dari hidupnya.


Wooyoung menyunggingkan bibirnya, “Meskipun harus ada yang terluka?”


“Wooyoung-”


“Tidakkah kau memikirkannya, Bae Suzy?” Wooyoung berkata lirih. Suaranya bahkan sedikit bergetar. Ia menatap sendu sahabatnya itu, “Aku tahu siapa orang itu..”


“Kau tahu aku mencintai siapa?” tanya Suzy terkejut. Wooyoung hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Aku memostingnya karena- tidak. Kau tidak mengerti bagaimana rasanya memendam perasaan. Aku menyukai orang itu sejak dulu. Tapi bahkan aku hanya bisa mencintainya diam-diam.” ucap Suzy kemudian menunduk menyembunyikan wajah sedihnya.


Wooyoung menggeleng, “Aku mengerti, Zero. Jauh sebelum kau merasakannya, aku sudah merasakannya.”




Mereka berdiri berhadapan. Pandangan mereka bertemu pada titik fokus masing-masing. Wooyoung masih dengan wajahnya yang sendu sedangkan Suzy bingung harus berkata apa.
Semilir angin menerbangkan rambut keduanya. Jika mereka adalah tokoh dalam drama atau film, mungkin sudah ada lagu bertema kesedihan yang mengiringi.




“Kau menyukai sepupuku, kan? Kau menyukai Kim Soo Hyun?” tanya Wooyoung lirih. Meskipun sebenarnya itu adalah sebuah pertanyaan retoris.


Suzy bergeming dari tempatnya, matanya seakan berbicara; bagaimana kau bisa tahu?
Tapi nyatanya dia hanya diam saja tidak menyalahkan atau membenarkan.


“Kita selalu menghabiskan waktu bersama-sama sejak kecil, Zero. Aku memahamimu. Tapi justru karena aku terlalu memahamimu, aku jatuh terlalu dalam akan dirimu. Setiap malam aku memikirkan mengapa hal ini bisa terjadi, tapi satu pun jawaban tidak kutemukan..”



Suzy masih diam di tempatnya. Ia terlalu bingung dengan ucapan Wooyoung.



“Kau- sejujurnya aku sedih. Kau begitu mencintainya sampai rela membuatkan bento untuknya setiap hari. Kau meletakkan bento itu di lokernya - padahal dia selalu menolaknya mentah-mentah dengan cara meletakkan bentomu di lantai. Lalu kau berikan bento itu padaku. Aku kau anggap apa, Zero? Kau seperti memberiku barang bekas. Ah, tidak. Lebih tepatnya sampah.”


“Woo-”


“Tidak. Tolong jangan bicara dulu. Aku hanya ingin kau mendengarkanku. Aku terlalu muak menyimpannya sendiri selama ini.”



Suzy mengangguk dalam diamnya. Meskipun kenyataannya kakinya sudah lemas seperti agar-agar. Karena sekarang, ia mulai sedikit mengerti titik arah bicara Wooyoung.



“Kau meminjamiku novel Sherlock Holmes yang kau beli karena Soo Hyun Hyung menyukainya. Itu menyakitkan, Zero. Padahal aku jauh lebih menyukai Sherlock Holmes dibandingkan Soo Hyun Hyung. Aku bahkan memiliki semua novel karya Sir Arthur Conan Doyle tanpa perlu meminjamnya darimu..,”



“Kau juga rela mendownload sesuatu yang Soo Hyun Hyung suka secara ilegal. Kau berusaha mati-matian mendownload file yang terenkripsi. Kau habiskan uangmu dalam bentuk dollar untuk membeli aplikasi berbayar yang sangat mahal untuk mengotak-atik file yang terenkripsi itu. Kau berusaha untuk itu agar bisa pamer kemampuanmu kepada Soo Hyun Hyung yang jelas-jelas adalah seorang hacker pro. Kau ingin dia memandangmu.”



“Aku- tidak. Kau begitu mencintainya sejak tahun pertama di Cheongdam High School, kan?”



Suzy hanya mampu mengangguk sebagai jawaban. Ia terlalu bisu hanya untuk sekedar mengatakan “Ya,”



“Tapi kau tidak pernah tahu.. akulah pemeran utama dalam tulisanmu yang sebenarnya. Akulah yang mencintai seseorang secara diam-diam. Akulah yang paling terluka karena tulisanmu kemarin. Akulah yang mencintaimu sejak dulu, sejak tahun kedua Junior High School. Kau tidak pernah tahu itu, Zero. Tidak pernah..”



Suzy mematung. Jantungnya derdetak lebih cepat dari biasanya. “Woo-Wooyoung, k-kau?” Suzy terbata. Jika bisa memilih, ia ingin sekali berubah menjadi gantungan kunci bergambar anjing yang ada di tas Wooyoung. Ternyata Wooyoung belum menyimpan tasnya, Suzy baru sadar akan hal itu.



Wooyoung mengangguk, “Ya, Bae Suzy. Jika kau adalah pengagum rahasia Kim Soo Hyun, maka aku adalah pengagum rahasiamu.”



Waktu seakan berhenti bergulir. Semua elemen di planet yang berbentuk lingkaran pepat ini seakan berhenti bergerak.
Suzy tercekat. Tenggorokannya terasa kering. Ia seperti kekurangan oksigen untuk respirasi.
Sementara Wooyoung masih sibuk mengatur dirinya agar tidak menangis. Ia tak boleh terlihat lemah di mata orang yang ia cintai.
Sampai pada akhirnya, bel masuk terdengar sampai ke atap sekolah. Meskipun menahan mati-matian agar tidak menangis, nyatanya air mata Wooyoung tetap saja menggenang tertahan.
Wooyoung menyeka asal air matanya yang menumpuk meminta dikeluarkan.



Wooyoung bergerak dari tempatnya. Ia mengeluarkan secarik kertas dari tasnya. Ia letakkan kertas itu ke telapak tangan Suzy. Suzy sulit untuk merespon itu. Semua yang ada pada dirinya seakan membeku.


Wooyoung tersenyum. Kemudian ia menyempatkan waktunya untuk membungkuk membetulkan tali sepatu Suzy yang terlepas karena berjalan tergesa-gesa tadi. Hati Suzy seperti baru saja bangun dari mimpi jatuh terperosok ke dalam jurang.



Wooyoung berdiri, lalu berjalan membelakangi Suzy. Sedikit demi sedikit ia menjauh. Sampai pada langkahnya entah yang ke berapa, ia berhenti namun tetap membelakangi Suzy.
“Masuklah ke kelas. Kita ada ulangan Biologi.” ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Suzy yang masih mematung di sana.


Suzy memandangi punggung Wooyoung yang menjauh. Hingga pada langkah-langkah yang semakin menjauh, punggungnya hilang termakan pintu penghubung antara gedung utama dan atap sekolah.




***




Suzy membuka kertas pemberian Wooyoung dengan gemetar. Ia perhatikan setiap inchi secarik kertas itu. Sisi-sisi bekas lipatannya sudah menguning. Itu berarti kertas itu sudah sangat lama tersimpan.
Ia tarik napas dalam-dalam sebelum membaca kertas yang entah apa isinya.
Debaran halus terasa begitu menyiksa.



Saturday, January 3, 2015



Aku adalah aku
Yang mencintaimu seperti mencintai bayang semu
Aku adalah aku
Yang berharap padamu seperti menanti siluet dalam gelap gulita
Aku adalah aku
Yang selalu distraksi antara bicara atau tetap bisu
Tapi, aku bukanlah aku
Yang ketika kau menceritakan tentangnya, aku tersenyum untuk menyemangatimu
Itu adalah aku yang aku ciptakan untukmu
Itu menyakitkan. Sungguh..
Seperti hari itu, ketika aku melihatmu yang menatap penuh arti terhadapnya
Kau memujanya seperti memuja dewa
Tidakkah kau berpikir usahaku-lah yang justru menikam diriku sendiri?
Menjadi pendengar yang baik,
Menjadi penyeka air matamu,
Menjadi sandaranmu saat kau lemah,
Menjadi seseorang yang rela memayungimu ketika hujan meskipun aku harus basah kuyup,
Aku seperti bunuh diri, kau tahu?
Lalu aku harus menyebut diriku ini apa? Baik atau bodoh? Atau malah.. menyedihkan?
Ah, benar. Aku menyedihkan. Sangat menyedihkan..

Orang ada berkata tentang jatuh cinta diam-diam
Dan ternyata benar. Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya mampu mengubur dalam-dalam sorot mata penuh kasihnya.


Tapi.., sampai kapan, Bae Suzy?





Bulir bening mengalir dari sudut mata Suzy. Ia menangis. Membaca surat yang Wooyoung tulis untuknya, yang ternyata dibuat sejak tahun lalu, membuat dadanya bagaikan ditusuk belati tajam. Sakit. Perih. Sesak.
Seperti Suzy paham betul bagaimana rasanya menjadi Wooyoung.


Ia tak bisa menahannya lagi. Sampai isakkan terdengar jelas oleh alam yang menyaksikannya.
Bagaimana mungkin sahabatnya memendam sesuatu yang bahkan lebih berat dari bebannya sendiri? Dan bodohnya... Ia sama sekali tidak pernah tahu.


Langit seakan berputar untuknya. Angin seperti sedang menertawakannya. Ingin sekali ia mengutuk dirinya sendiri saat ini.
Tetes demi tetes air mata melintasi pipinya yang seputih salju.
Mata indahnya ia tutup disertai hembusan napas terberatnya selama ia hidup. 
Selama ini ia hanya menganggap Wooyoung sebagai sahabat kecilnya tanpa tahu bagaimana sahabatnya itu menahan mati-matian agar rahasia hatinya tak terbongkar.




“Maaf...” gumamnya pelan terbawa angin.




Dan ternyata benar. Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya mampu mengubur dalam-dalam sorot mata penuh kasihnya.






THE END





Secret Admirer Part 1 (1 of 2)




PS: Jika ada kesamaan ide dalam cerita, saya berani bersumpah bahwa ini adalah karya saya sendiri. Jadi mungkin itu hanya kebetulan.
Hei pembaca yang baik.. hargailah karya penulis amatir ini dengan cara tidak memplagiat dan memberikan komentar yang membangun.





Terima kasih atas kunjungannya^^






With love,
Istifani M

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Quotes Terbaik di Film You Are the Apple of My Eye

FF SEULMI + HANBIN | SECRET ADMIRER 1 (1 OF 2)

PUISI RADITYA DIKA: Kepada Orang yang Baru Patah Hati